Bertemu dengan anak jalanan di berbagai tempat umum saat ini
seolah sudah lumrah terjadi. Ada beberapa diantara mereka yang memang masih
bersekolah, tetapi banyak juga yang putus sekolah. Kehidupan di jalanan sudah
pasti tidak layak dan sangat keras. Kemiskinan yang menjerat dan pendidikan
yang minim membuat anak jalanan memiliki mental dan fisik melebihi kapasitas
mereka sebagai anak-anak. Ada juga beberapa di antara anak jalanan yang pergi
ke jalan disebabkan oleh kondisi keluarganya yang bermasalah (broken home) sehingga
mereka tidak betah di rumah. Terbiasa kelelahan, merasakan sulitnya
menghasilkan uang, bertemu dengan orang-orang yang mengancam keselamatan,
hingga menyaksikan kejadian buruk selama di jalanan.
Masa usia mereka adalah masa-masa dimana individu mengalami
transisi dari anak-anak menuju dewasa, melakukan pencarian identitas, dan
melalui berbagai perubahan fisik maupun psikis. Masa ini pula merupakan masa
munculnya perbuatan yang mencakup hukum, obat-obatan, dan seksual, sehingga
jika masa ini terganggu, mereka akan melakukan pelanggaran terhadap
perbuatan-perbuatan itu. Apalagi di jalanan, dengan lingkungan dan modeling
yang sebegitu kerasnya, tidak sedikit anak jalanan yang sudah melakukan seks
bebas (sampai menderita infeksi menular seksual seperti gonorrhea, dll),
mengkonsumsi obat-obatan (mulai dari ngelem dengan aibon, lem fox, spiritus,
bahkan bensin), dan juga melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri.
Melihat fenomena di atas saya merinding membayangkan, mau
jadi apa mereka saat besar nanti? Bagaimana jadinya generasi penerus bangsa
kita? Is this our next generation?
Yang telah saya lakukan untuk mereka diantaranya ikut
melakukan pengambilan data awal pada dauroh anak jalanan (dengan peserta 28
anak jalanan dari daerah Tegallega dan Pasar Baru) dengan wawancara dan tes
grafis (itupun dengan hasil yang masih belum maksimal karena sulitnya mereka
mengikuti prosedur) bersama Kabemapsi UIN Sunan Gunung Djati, ikut memberikan
pengobatan gratis bersama teman-teman saya dari latar belakang pendidikan medis
(dari Volunteer Doctors), dan bekerjasama dengan tim relawan lain dari Gamais
ITB, Forum Indonesia Muda, dll dalam menyukseskan acara dauroh itu (Ini cikal
bakal berdirinya Kampus Peduli sepertinya :D).
Yang bisa saya lakukan untuk mereka selanjutnya diantaranya
melakukan pendampingan minimal seminggu sekali dengan kegiatan bermain,
belajar, curhat bareng, dll yang bertujuan untuk mengarahkan mereka ke hidup
yang lebih baik secara bertahap; melakukan pemeriksaan medis berkala khususnya
bagi penderita IMS; mengumpulkan sumbangan dari berbagai kalangan seperti
pakaian, buku, dll, berpartisipasi dalam kegiatan di rumah belajar, mencari
rumah singgah yang sudah ada dan ikut berkontribusi di dalamnya atau mendirikan
rumah singgah sendiri.
Untuk program yang lebih besar lagi, saya ingin mendirikan
sekolah anak jalanan dengan sistem seperti boarding school, sehingga seluruh
kegiatan mereka terpusat disini. Tetapi tentunya dengan kurikulum yang
‘berbeda’ dari anak biasanya, karena mereka akan sulit menaati peraturan dan
sudah nyaman hidup di jalanan. Inilah yang menjadi tantangan bagi saya dan
rekan-rekan dalam menjalankan sekolah ini nantinya.
(Ini salah satu aktivitas saya ketika menjadi mahasiswa
dulu, sekarang? Insya Allah sedang dilanjutkan oleh adik-adik saya di Kampus
Peduli dan Volunteer Doctors. Semangat mengabdi kawan!)
Comments
Post a Comment