Ini pendapat subjektif ya.
Kalau waktu remaja pertemanan itu seputar siapa lebih dekat sama siapa, siapa yang dijauhin sama siapa, siapa yang suka main bareng sama siapa. Waktu kuliah naik pangkat jadi siapa yang ada untuk siapa saat susah, siapa yang membocorkan rahasia siapa, siapa yang membantu belajar siapa. Dan ketika lulus menjadi, kapan bisa KETEMU siapa, siapa KEBETULAN ketemu siapa, siapa NYAMBUNG sama siapa. Dan kadang, meski siapa itu bisa jadi cuma satu-dua orang, tapi kenyambungan itu bisa jadi cuma satu arah (Disa, 2015). Jadi ternyata bukan cuma cinta yang bertepuk sebelah tangan, pertemanan juga bisa bertepuk sebelah tangan. Meski sebenarnya kupikir konsep cinta dan teman itu sama, cuma kan kalau bilang "I love you" sama teman biasanya memancing pemahaman yang beragam (satu kalimat ini aja, saya bisa habis dibully 1 jam sama teman-teman).
Dan sadar atau nggak, kebanyakan isi obrolan antar teman sangat berpotensi untuk ghibah. Maka kemana perginya niat untuk bergaul dengan orang-orang baik dan mengajak untuk berlomba-lomba dalam kebaikan?
Kembali ke bertepuk sebelah tangan, kadang karena saking cocoknya kita sama orang tertentu, kita jadi takut kehilangan dia, yang kemudian bikin kita bertingkah aneh (macam cemburu, dll), yang kemudian malah bisa bikin dia menjauh. Tapi tingkah kita juga sebenarnya bisa jadi tahap seleksi teman juga sih, yang pada akhirnya semoga ada yang bertahan sampai akhir dengan segala kepribadian palsu dan asli kita.
Yang harus diingat adalah, jangan sampai kebergantungan kita terhadap teman bikin kita lupa bahwa kebergantungan itu hanya milik Allah. Apa yang akan terjadi kalau kita bergantung sama makhluk ciptaan-Nya yang tidak abadi, dan tidak bisa menjanjikan apapun untuk menyelamatkan kita nantinya?
Comments
Post a Comment