Skip to main content

Alice Through the Looking Glass from my eyes

Seri film Alice in Wonderland kayak punya magnet tersendiri buat saya. Meskipun ilustrasi-ilustrasi tokohnya di film lebih banyak mengerikan ketimbang imut layaknya cerita fantasi anak-anak, tapi saya nggak bisa berhenti untuk mengikuti ceritanya. Setelah sekian lama menunda untuk menonton film ini, akhirnya selesai nonton barusan (ditambah ngelihat status Path-nya Disa Zita yang nonton ini juga kemarin, jadi keingetan pengen nonton, hihi).

Sinopsis ceritanya mungkin sudah bisa atau akan segera bisa dilihat setidaknya di Wikipedia. Saya cuma mau menggarisbawahi hal-hal yang saya terima, rasakan, dan maknakan setelah menonton film ini.

Pertama, adegan dimana Alice memiringkan kapalnya saat melewati laut dangkal sementara dikejar bajak laut untuk menunjukkan bahwa bahkan hal yang tidak mungkin pun akan dapat kita lakukan, selama kita yakin. Tambahan: dan memang nggak ada jalan lain selain dengan melakukan hal yang tidak mungkin itu. Ini juga sebenarnya cuma parafrase dari percakapan Alice dan Hatter di film sebelumnya.
http://www.enzasbargains.com/wp-content/uploads/2016/05/Screen-Shot-2016-05-28-at-10.48.27-PM-1024x550.png
Kedua, Alice pulang berlayar dan mendapati ibunya sudah menjaminkan rumah mereka untuk pinjaman uang. Mereka bisa mendapatkan rumahnya kembali dengan menukarnya dengan kapal milik ayah Alice. Alice awalnya marah besar pada ibunya, tapi dari pengalaman Hatters-Aa Johnny Depp, Alice belajar kalau harta yang paling berharga adalah keluarga (ini mah Abah keluarga Cemara juga udah ngasih tahu dari zaman kapan, ya). Mungkin memang kita sudah tahu ini, saya juga, tapi reminder

Ketiga, Alice bisa belajar dari  masa lalu karena ikut menyaksikan langsung pengalaman Hatters di masa lalu, menggunakan chronosphere, semacam mesin waktu, kepunyaan sang Waktu. Ini bisa jadi cerminan juga kalo kadang, nasehat dari orang lain sulit masuk ke telinga kita, karena kita tidak mengalaminya sendiri. Atau si penasehat itu tidak mengalaminya, atau tidak melakukan hal yang dia nasehatkan pada orang lain. Maka pelajaran terkuat mungkin datang dari apa yang kita alami atau saksikan sendiri. Walaupun begitu, sebenarnya kita tetap bisa mendengar nasehat dari orang lain, dengan mengimajinasikannya, seolah-olah kita menyaksikan sendiri. 

http://www.enzasbargains.com/wp-content/uploads/2016/05/alice-say-1024x624.png
Keempat, gimanapun kamu menyesali masa lalu, waktu nggak bisa diputar kembali. Mad Hatter beruntung ternyata keluarganya masih hidup, karena ditahan Red Queen. White Queen beruntung kakaknya Red Queen masih hidup jadi dia bisa minta maaf karena kesalahannya berbohong dan memfitnah Red Queen sewaktu kecil. Alice beruntung ibunya masih hidup setelah dia menyadari pentingnya keluarga dan masih punya waktu untuk menghargainya.
http://www.enzasbargains.com/wp-content/uploads/2016/05/Screen-Shot-2016-05-26-at-9.01.33-PM-1024x547.png
Kelima, ini mungkin nggak aplikatif di semua orang, tapi saya merasakannya juga. Pada akhirnya Alice menyadari kalau harta terbesarnya adalah keluarganya, ibunya, bukan kapal atau uang. Sehingga dia rela mengikhlaskan kapalnya untuk ditukar dengan rumah demi kebahagiaan ibunya. Tapi kemudian ibunya lebih memilih merelakan rumahnya dan pergi bertualang bersama Alice dengan kapal tersebut. Mengikuti keinginan orang tua kadang memang tidak sesuai keinginan kita, tapi dengan menaati mereka, insyaAllah akan ada kebahagiaan besar mengikuti. Jadi inget ceritanya Keenan dengan ayahnya di Perahu Kertas. Bagaimana menurut kalian?


Comments

Popular posts from this blog

Dan Ku Bisa dengan Radarku Menemukanmu, LPDP

Sudah saya bilang sebelumnya kalau Pembibitan itu bukan awal dari perjalanan saya tapi ia adalah awal dari ketetapan hati saya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Sebelumnya saya sudah memastikan bahwa saya akan bersekolah di dalam negeri saja, mengingat kondisi saya yang sudah “turun mesin”. Padahal sebelumnya lagi, sejak kecil saya menggebu-gebu ingin sekolah ke luar negeri, sampai saya mengoleksi lirik lagu bahasa Inggris (catat, bukan kaset atau CD-nya, melainkan catatan liriknya, haha), beraniin diri datang ke pameran sekolah Kanada di hotel bintang lima yang notabene di tahun itu masih langka dan yang hadirnya itu orang kaya semua, ikutan kursus bahasa Inggris yang murah bareng temen se-geng, nangis-nangis pengen kursus bahasa Inggris yang bonafid dan mahal tapi nggak diizinin Ibu Suri (tapi Alhamdulillah akhirnya dapat kesempatan ikut Pembibitan) dan sampai di awal kuliah: majang foto gedung departemen psikologi-nya Stanford University di wallpaper netbook (meski sampa...

Jadi Mahasiswa (Lagi)

Yang bikin saya bahagia dan rela jauh-jauh datang ke New Zealand bukan cuma karena ini adalah negara yang indah dan bisa memuaskan hasrat jalan-jalan para tourists, tapi lebih kepada kesempatan belajar yang saya beruntung banget bisa mendapatkan salah satunya. Ah, ribet banget introductionnya. Langsung aja ya ke cerita saya tentang pertama kali masuk kelas. Preparation Kalo ini saya jadi inget beberapa mata kuliah di UIN dulu (kayak Psikodiagnostika dan Psikologi Abnormal) yang sebelum masuk kelas itu otaknya harus udah ada isinya, kecuali kalo mau dibikin malu atau nggak dapet nilai tambahan. Di AucklandUni ini juga ada salah satu dosen dari empat courses yang saya ambil, yang udah posting bahan kuliahnya sejak 1 bulan sebelum mulai kuliah, oh wow. Belum apa-apa udah ngerasa overwhelmed aja. Tapi karena jalan ini yang sudah saya pilih, insyaAllah saya akan terus berusaha melanjutkan dan menikmatinya. Mata kuliah lain mulai menyusul memberikan silabus dan reading list-nya bebera...

Student Visa ke New Zealand

Hari pengumuman kelulusan PK kemarin juga merupakan hari dimana saya mendapatkan Unconditional LoA dari University of Auckland, sekaligus Letter of Guarantee (LG) dari LPDP. Sejak sebelumnya saya sudah gelisah karena khawatir proses pengajuan visa pelajar ke New Zealand akan memakan waktu lama, tapi saya percaya Alloh yang Menentukan waktu-waktu eksekusi kehidupan saya yang diamanahkan melalui pihak-pihak lain (seperti LPDP dan University of Auckland), karena saya sudah berikhtiar, tinggal pasrah dan menunggu eksekusi tersebut. Dan begitu semua ‘surat jalan’ tersebut datang di hari yang sama, keesokan harinya saya langsung mengajukan visa. Tapi sebenarnya masih belum mengajukan visa secara harfiah, karena ternyata setelah itu masih ada beberapa ‘insiden’, seperti LG asli harus disertakan di aplikasi visa (yang berarti saya harus ke LPDP dulu mengambil surat fisiknya), nama passport yang berbeda dengan nama KTP (sehingga saya harus mengajukan revisi nama di LG terlebih dahulu agar ...