Jadi ceritanya Awardee LPDP se-New Zealand pengen ketemuan. Dengan mempertimbangkan Wellington sebagai ibu kota New Zealand dan lokasinya di tengah-tengah, kamipun memilih Wellington. Sebagai informasi, per Agustus 2015 ini Awardee LPDP berjumlah 22 orang (1 di Dunedin, 3 di Christchurch, 3 di Wellington, dan 15 di Auckland). Awalnya kami berencana untuk berkumpul sekitar tanggal 17 Agustus untuk sekalian merayakan kemerdekaan di KBRI Wellington, namun apa daya kebanyakan dari kita tidak bisa meliburkan diri di tanggal segitu. Jadilah 1 Agustus dipilih sebagai waktu yang dirasa tepat (enaknya pakai Bahasa Indonesia begini, bisa dipanjang-panjangin, hehe). Karena perbedaan jadwal kuliah, terdapat beberapa kloter kedatangan-yang akan diceritakan seiring dengan kegiatan berikut.
31 Juli 2015
Saya, suami, Disa, dan mas Firman berangkat pukul 4 dini hari menggunakan Cheap Cabs (dengan hanya $33, online booking kemarin malamnya) menuju Auckland Domestic Airport. Sebelumnya saya waswas karena passport saya dan suami sedang menginap di Imigrasi NZ untuk proses pembaruan visa, tapi syukurlah kami diberikan Interim Visa yang menumbuhkan kepercayaan diri saat memasuki bandara dengan status yang tidak diancam deportasi (visa kadaluarsa dapat mengancam kita dideportasi). Sebelumnya saya, suami, dan Disa menginap di apartemen mas Firman karena Cheap Cabs hanya bersedia untuk menjemput di satu tempat yang sama. Tapi jadinya saya kurang tidur gara-gara menghabiskan waktu terlalu banyak dengan Disa, mulai dari karaokean dengan laptop dan ngobrol segala macam.
Setiba di Wellington dan pertama kali melihat tulisan besar "Middle of the Middle Earth" membuat saya dan Disa kegirangan lalu berniat mengambil foto. Tapi petugas bandara di dekat pesawat berteriak dan akan menghampiri kami yang kabur terbirit-birit memasuki bandara. Memasuki bandara kami disambut Sméagol yang ngeri unyu-unyu, Gandalf yang kalah gede sama burungnya, dan Smaug yang matanya centil kedip-kedip. Lalu kami keluar dari bandara dan disambut dengan angin dingin yang warbiyaza!
Setelah menjemput mobil rental, kami meluncur ke Weta Cave di Miramar, studio yang banyak berkontribusi di banyak film ber-efek mulai dari Lord of the Rings dan the Hobbit, Avatar (yang birunya), District 9, the Adventure of Tintin, dan masih banyak lagi. Kamipun mengikuti workshop tour yang menjelaskan bagaimana Weta Studio memproduksi hal-hal yang tampak di film, seperti senjata dan kostum yang ternyata terbuat dari plastik. Workshop aslinya pun ditunjukkan melalui jendela kaca besar supaya pengunjung bisa mengintip mesin-mesin, pekerja-pekerja, dan apa yang sedang dilakukan. Tour guide kami yang cantik juga ternyata pernah ikut bermain menjadi Orc yang buruk rupa. Salah satu hal yang berkesan adalah dalam membuat suatu efek di Weta Studio, crew-nya diberi kebebasan untuk bereksperimen dan melakukan apa saja, dengan panduan outcome seperti apa yang diharapkan. Sangat menarik bisa menyaksikan salah satu contoh nyata dari organisasi yang mengutamakan kreativitas anggotanya.
Sehabis dari Weta kami menuju ke rumah Ujang (tempat tinggal kami selama di Wellington) untuk beristirahat dan shalat Jum'at bagi yang pria. Lalu kami berangkat menuju Mount Victoria untuk memandang Wellington dari ketinggian. Saya mencoba merekam video 360 derajat dengan background pemandangan Wellington, namun ke-keren-an nya digagalkan oleh Disa -_-". Di hari pertama ini saya dan Disa sampai meminjam jaket ke tuan rumah sebagai lapisan keempat dari pakaian saya, karena kekagetan terhadap suhu dan angin yang warbiyaza.
Kemudian kami menuju tengah kota, melihat pantai dan mengunjungi Night Market di Cuba Street. Kami mendapatkan bakso bakar gratis dari pak Burhan, orang Indonesia yang sudah lama di New Zealand dan membuka stand di Night Market tersebut. Terima kasih pak Burhan. :-) Setiba di rumah, kami bertemu dengan mbak Wini dan mas Arief, Awardee LPDP di Wellington juga selain Ujang.
Sebenarnya hari ini saya tidak bisa 100% menikmati jalan-jalan karena masih harus mengerjakan aplikasi kode etik untuk tesis saya yang harus dikirimkan hari itu juga ke supervisor untuk direview sebelum saya submit nantinya. Dan Alhamdulillah pukul 12 malam lebih sedikit saya berhasil mengirimkan aplikasi tersebut, sehingga akhirnya saya bisa tidur nyenyak.
Bersambung.
31 Juli 2015
Saya, suami, Disa, dan mas Firman berangkat pukul 4 dini hari menggunakan Cheap Cabs (dengan hanya $33, online booking kemarin malamnya) menuju Auckland Domestic Airport. Sebelumnya saya waswas karena passport saya dan suami sedang menginap di Imigrasi NZ untuk proses pembaruan visa, tapi syukurlah kami diberikan Interim Visa yang menumbuhkan kepercayaan diri saat memasuki bandara dengan status yang tidak diancam deportasi (visa kadaluarsa dapat mengancam kita dideportasi). Sebelumnya saya, suami, dan Disa menginap di apartemen mas Firman karena Cheap Cabs hanya bersedia untuk menjemput di satu tempat yang sama. Tapi jadinya saya kurang tidur gara-gara menghabiskan waktu terlalu banyak dengan Disa, mulai dari karaokean dengan laptop dan ngobrol segala macam.
Setiba di Wellington dan pertama kali melihat tulisan besar "Middle of the Middle Earth" membuat saya dan Disa kegirangan lalu berniat mengambil foto. Tapi petugas bandara di dekat pesawat berteriak dan akan menghampiri kami yang kabur terbirit-birit memasuki bandara. Memasuki bandara kami disambut Sméagol yang ngeri unyu-unyu, Gandalf yang kalah gede sama burungnya, dan Smaug yang matanya centil kedip-kedip. Lalu kami keluar dari bandara dan disambut dengan angin dingin yang warbiyaza!
Setelah menjemput mobil rental, kami meluncur ke Weta Cave di Miramar, studio yang banyak berkontribusi di banyak film ber-efek mulai dari Lord of the Rings dan the Hobbit, Avatar (yang birunya), District 9, the Adventure of Tintin, dan masih banyak lagi. Kamipun mengikuti workshop tour yang menjelaskan bagaimana Weta Studio memproduksi hal-hal yang tampak di film, seperti senjata dan kostum yang ternyata terbuat dari plastik. Workshop aslinya pun ditunjukkan melalui jendela kaca besar supaya pengunjung bisa mengintip mesin-mesin, pekerja-pekerja, dan apa yang sedang dilakukan. Tour guide kami yang cantik juga ternyata pernah ikut bermain menjadi Orc yang buruk rupa. Salah satu hal yang berkesan adalah dalam membuat suatu efek di Weta Studio, crew-nya diberi kebebasan untuk bereksperimen dan melakukan apa saja, dengan panduan outcome seperti apa yang diharapkan. Sangat menarik bisa menyaksikan salah satu contoh nyata dari organisasi yang mengutamakan kreativitas anggotanya.
Sehabis dari Weta kami menuju ke rumah Ujang (tempat tinggal kami selama di Wellington) untuk beristirahat dan shalat Jum'at bagi yang pria. Lalu kami berangkat menuju Mount Victoria untuk memandang Wellington dari ketinggian. Saya mencoba merekam video 360 derajat dengan background pemandangan Wellington, namun ke-keren-an nya digagalkan oleh Disa -_-". Di hari pertama ini saya dan Disa sampai meminjam jaket ke tuan rumah sebagai lapisan keempat dari pakaian saya, karena kekagetan terhadap suhu dan angin yang warbiyaza.
Kemudian kami menuju tengah kota, melihat pantai dan mengunjungi Night Market di Cuba Street. Kami mendapatkan bakso bakar gratis dari pak Burhan, orang Indonesia yang sudah lama di New Zealand dan membuka stand di Night Market tersebut. Terima kasih pak Burhan. :-) Setiba di rumah, kami bertemu dengan mbak Wini dan mas Arief, Awardee LPDP di Wellington juga selain Ujang.
Sebenarnya hari ini saya tidak bisa 100% menikmati jalan-jalan karena masih harus mengerjakan aplikasi kode etik untuk tesis saya yang harus dikirimkan hari itu juga ke supervisor untuk direview sebelum saya submit nantinya. Dan Alhamdulillah pukul 12 malam lebih sedikit saya berhasil mengirimkan aplikasi tersebut, sehingga akhirnya saya bisa tidur nyenyak.
Bersambung.
Comments
Post a Comment