Skip to main content

Membiasakan Kebiasaan yang Luar Biasa, Program Kepemimpinan LPDP



Di cerita sebelumnya saya menyebut-nyebut bisul (mohon maaf kalau agak jorok bagi sebagian orang). Bisul itu kan ‘mengusir’ darah kotor, saat bisul itu bucat, hilang pula darah kotornya. Maka Program Kepemimpinan (PK) ini bisa dianalogikan seperti proses bisul, rasanya perih, tapi membersihkan. Kenapa? Salah satu contohnya, sebelum PK: saya sering merasa lelah saat harus mengajar di kampus yang lokasinya jauh sekali dari rumah, lalu setelah PK: suatu hari setelah mengajar di tempat yang jauh tersebut, saya tidak bisa langsung pulang karena harus terus ke UIN-yang lokasinya berlawanan (rutenya: Tanjungsari-Tomo-Tanjungsari-Bandung-Tanjungsari), dan guess what? Tidak terasa melelahkan sama sekali! Kegiatan di PK padat sekali, tapi setelah itu tingkat ketahanan kita terhadap lelah meningkat. Kalau kata Mas Kamil (PIC PK dan Evaluator Beasiswa), “Rasakan manfaatnya,” I am undoubtedly agree.

Petualangan PK dimulai ketika nama-nama peserta PK Angkatan 12 bermunculan di Google Docs. Lalu tergabungnya email saya ke dalam milis PK 12, dimana tugas Pra PK menanti, mulai dari memilih ketua Pra PK, menulis essay, sampai merancang program, yang diberikan secara berturut-turut dan deadline yang berkejaran. Yang berkesan dari Pra PK ini diantaranya ketika saya harus online sepanjang hari untuk mengerjakan tugas ataupun mendapatkan info tugas baru (yang rempong adalah ketika saya sedang mobile, sementara ponsel saya bukan smartphone yang bisa edit dokumen atau kirim email, jadilah saya buka-buka laptop besar saya di Damri, warung pinggir jalan, dan Angkot-itupun kalau sinyalnya mendukung), dan karena mengerjakan tugas bersama, jadinya mendadak SKSD (sok kenal) dengan peserta PK 12 lainnya di milis padahal belum pernah ketemu sebelumnya. Milis PK 12 yang membahas Tugas Pra PK ini juga menurut saya ternyata seperti virtualisasi dari Focus Group Discussion (FGD), kami beberapa kali diminta berdiskusi di milis, dan di akhir harus membuat laporannya, sementara dari awal belum ada yang ditunjuk jadi notulen dan jadilah di tugas pertama kami 100-an orang kelabakan menyusunnya di akhir dan mepet-mepet deadline, hehe.


Tidak seperti Pembibitan, katanya kegiatan PK ini akan padat sekali, jadilah saya berangkat sendirian tanpa paket, dan harus meninggalkan Firyal selama seminggu. Sepanjang perjalanan saya menangis, rasanya seperti saya peserta PK yang paling merana karena harus meninggalkan anak. Tapi setelah terjun ke medan perang, ternyata saya tidak sendirian, ada Mbak Monik dan Mbak Ary yang juga harus meninggalkan anaknya yang usianya masih di bawah 2 tahun. Apalagi Mbak Ary, baru melahirkan dengan operasi caesar 1-2 bulan yang lalu (saya lupa waktu persisnya), bayinya pun ikut dibawa ditemani neneknya dan menyewa tempat di dekat lokasi PK (seperti saya Pembibitan dulu). Saya sebetulnya juga ingin membawa paket saya, apalagi di hari ketiga PK saya terkena gejala penyumbatan ASI, tapi karena berbagai hambatan, saya harus bersabar menunda pertemuan saya dengan keluarga sampai kurang lebih 4 hari lagi. Menangis? Of course. Sayapun kesulitan untuk konsentrasi pada kegiatan PK karena rasa sakit akibat penyumbatan tersebut. Tapi Alhamdulillah penyumbatan itu hanya berlangsung 1 hari, malam harinya baju saya jibrug karena ASInya berhasil keluar.

Saya tergabung dalam Kelompok Tanggung Jawab yang terdiri dari 10 laki-laki dan 3 perempuan: Andy, Bayu, Bima, Ian, Iko, Irfan, Monik, Reno, Rifki, Wicak, Williem, Yuniar, dan saya. Saya senang  dan merasa ‘diuntungkan’ dengan porsi seperti ini, jadi seolah kami perempuan bertiga itu penjaganya banyak, hehehe. Selain dijaga pula oleh ketua Angkatan PK kami yang sampai mengalami tiga kali pergantian, mas Momo, mas Ferhat, dan mas Sujadi. ^_^  

Kelompok Tanggung Jawab pasca perform. (ki-ka: Wicak, Williem, Iko, Rifki, Andy, Ian, Bima, Reno, Irfan, Bayu, saya, Monik, Yuniar)
Kegiatan di PK dimulai dari pukul 5 subuh peserta harus sudah berkumpul untuk olahraga pagi, lalu mandi dan sarapan. Di jam 07.45 lagu Eo Ea sudah berbunyi tanda kami harus segera masuk ruangan dengan sebelumnya menempelkan stiker smiley untuk absen (yang datang telat smiley-nya sedih). Setiap selesai break, lagu Eo Ea kembali berbunyi bagai alarm, yang kemudian, saking melekat dan berkesannya lagu ini, teman-teman sekelompok saya menjadikannya nada dering ponsel. Tak lupa setiap sekitar 2 jam sekali saya bolak-balik ke toilet untuk memeras ASI agar tidak tersumbat lagi. Materi berlangsung hingga pukul 10-11 malam. Setelahnya peserta mengerjakan tugas-tugas sampai pukul 1-2 dini hari. Pemateri-pematerinya bener-bener priceless, mulai dari direksi LPDP yang menjelaskan tentang “What, Why, and How to LPDP”, Prof. Dr. Ir. Moh. Nasikin, M.Eng tentang Kiat Menulis Karya Ilmiah, K.H. Solahuddin Wahid tentang “Transformasi Generasi Muda dan Pembangunan Integritas untuk Indonesia yang Lebih Baik”, jajaran LPDP tentang “Mekanisme Pencairan Keuangan BPI” dan perkenalan anggota tim LPDP, Mbak Kaukabus Syarqiyah, SE, M.SE, CFP (idola terbaru sayaaa) tentang “Financial Literacy”, Prof. Misri Gozan (idola baru saya jugaaa) tentang “Hidup Sukses di Luar Negeri dan Dalam Negeri”, Bapak Erry Ryana Hardjapamekas tentang “Pembangunan Wawasan Global”, dan yang paling banyak menghabiskan waktu bersama peserta, tanpa kehilangan totalitas bersedia menyabarkan diri dalam menghadapi kami yang tak lepas dari kekurangan dan kesalahan, dan tak berhenti menanamkan nilai-nilai LPDP: Mas Mohammad Kamiluddin dan kawan-kawan, terima kasih banyak.

Kegiatan tersebut berlangsung hingga hari Kamis, siangnya kami berangkat ke Lapangan Udara Halim Perdanakusumah TNI AU, dan mulailah kami menghabiskan waktu bersama para prajurit TNI AU yang tangguh. Mulai dari berlari, makan dalam waktu 2 menit (keuntungan di kelompok saya: 10 laki-laki bisa dengan mudah membantu menghabiskan sisa makanan 3 perempuan yang porsi makannya sedikit), outbond, materi Bela Negara bersama Letkol Ahmad S. Qodri, sampai petualangan malam. Ini sesi yang paling saya takutkan-karena saya penakut (khususnya dalam hal-hal yang tidak realistis-yang notabene saya berimajinasi tinggi). Tapi ketakutan itu terobati ketika ternyata petualangan malam itu tentang kami berperan sebagai agen rahasia yang harus menyampaikan pesan di pos terakhir, dan di perjalanan akan bertemu dengan kawan, atau musuh (tidak akan bertemu dengan hantu dan hal-hal tidak logis lainnya-menghela nafas lega). Saya jadi fokus menjadi agen rahasia dan cukup berani jalan sendirian di malam hari itu. Yang berkesan adalah ketika betapa kelompok saya sangat menghayati peran menyamar tersebut, sampai-sampai: saat berpapasan dengan peserta PK lain, saya tiarap (seolah-olah mereka itu musuh); mas Bima, ketika melihat saya dan mbak Monik duduk di pos dan terdiam, dia mengira kami disandera dan malah melewati pos tersebut sampai hampir nyasar ke komplek perumahan; mas Iko, di pos terakhir ditanya mau apa oleh penjaga pos, dia malah menjawab, “Numpang lewat, Pak” (padahal harusnya menyampaikan pesan); Williem, saat sedang tiarap dan ditanya oleh tentara sedang apa, dia jawab, “Nyari cacing, Pak.” Jadilah malam itu di pos terakhir, sementara kelompok lain dipersilahkan istirahat, kelompok kami kesulitan menahan tawa sekaligus malu mengenang acting kami yang tidak kalah dengan James Bond.

Di pagi hari kami pulang dengan rasa lelah luar biasa namun dengan energi baru yang luar biasa pula. Di hari itu kami menghabiskan waktu untuk mempersiapkan acara Penutupan besok sebagai tugas bersama angkatan. Kelompok saya yang sebelumnya mempersembahkan perpaduan tarian Kecak dan Dondapdape akan ikut tampil di acara Penutupan, dengan tambahan personil dari beberapa peserta kelompok lain, berlatih bersama. Alhamdulillah di acara Penutupan, kelompok kami mendapatkan penghargaan sebagai Apresiasi Budaya Terbaik, dapet kado pulaaa! Hehe.

Penutupan berlangsung meriah, mulai dari pertunjukan teater yang kereeen banget, paduan suara yang bikin sirik (karena suaraku sama sekali unqualified buat choir T_T), tari Kecak dan Dondapdape (ada akunyaaa! :p), sampai penampilan seni Betawi dengan Lenongnya dan Papua dengan Yamko Rambe Yamko-nya. Tak lupa laporan dari ketua PK Mas Sujadi, PIC PK Mas Kamil, dan ditutup oleh Direktur Utama LPDP, Bapak Eko Prasetyo. Dan berakhirlah Program Kepemimpinan Angkatan 12 ini, dengan kesan yang mendalam, janji yang harus ditepati, dan integritas yang harus terus ditingkatkan.

Peserta PK-12 ketika Penutupan.
Namun, kegalauan masih belum berhenti sampai tanggal 12 Juni 2013, tibalah email dari Program Kepemimpinan LPDP mengenai pengumuman kelulusan PK-12. Dan Alhamdulillah saya dinyatakan lulus. Like Mas Kamil said: “Sujud syukur dulu :-).”

Video Highlight PK 12 Versi Panitia:


Video Highlight PK 12 Versi Peserta:

Comments

Popular posts from this blog

Download Komik

Saya pengunjung setia onemanga , tetapi saat ada kabar kalo web itu akan segera RIP karena ga boleh nampilin komik gratis. Saya segera kebingungan dan konsultasi ke Mbah Google . Saya mendapatkan web manga gratisan yang bisa mendownload lebih praktis, karena sekali download untuk 1 volume. Saya mewakili pecinta One Piece yang lain sangat berterima kasih. Saya bukannya mendukung gratisan, karena saat saya punya dokunya juga saya koleksi tuh komiknya. Tapi kalo kepepet dan penasaran saya ga bisa dibendung lagi, apamau dikata.. :-) Website yang baik hati ini yaitu Manga Traders . Tapi sebelumnya kita harus mendaftar dulu dengan klik disini . Hidup Komik dan Manga!!!

Dan Ku Bisa dengan Radarku Menemukanmu, LPDP

Sudah saya bilang sebelumnya kalau Pembibitan itu bukan awal dari perjalanan saya tapi ia adalah awal dari ketetapan hati saya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Sebelumnya saya sudah memastikan bahwa saya akan bersekolah di dalam negeri saja, mengingat kondisi saya yang sudah “turun mesin”. Padahal sebelumnya lagi, sejak kecil saya menggebu-gebu ingin sekolah ke luar negeri, sampai saya mengoleksi lirik lagu bahasa Inggris (catat, bukan kaset atau CD-nya, melainkan catatan liriknya, haha), beraniin diri datang ke pameran sekolah Kanada di hotel bintang lima yang notabene di tahun itu masih langka dan yang hadirnya itu orang kaya semua, ikutan kursus bahasa Inggris yang murah bareng temen se-geng, nangis-nangis pengen kursus bahasa Inggris yang bonafid dan mahal tapi nggak diizinin Ibu Suri (tapi Alhamdulillah akhirnya dapat kesempatan ikut Pembibitan) dan sampai di awal kuliah: majang foto gedung departemen psikologi-nya Stanford University di wallpaper netbook (meski sampa

My Second Scientific Performance: 8th World Congress of Behavioural and Cognitive Therapies 2016

Sejak awal kuliah master di pertengahan 2014 lalu, saya udah mulai hunting conferences yang kira-kira bisa saya coba untuk daftar. Perburuan tersebut terus berlangsung sampai 2015. Salah satu ketentuan pembiayaan LPDP adalah at cost tapi tidak lebih dari Rp 15.000.000,- Saya berburu lebih kencang lagi karena kalau Eropa, US, dan negara lainnya, 15juta mungkin hanya cukup untuk tiket pesawat saja. Salah satu alternatif lokasi paling realistis adalah Australia, negara terdekat dari New Zealand. Mulailah saya fokus mencari events di negeri kangguru itu, dan menemukan informasi the 8th World Congress of Behavioural and Cognitive Therapies (WCBCT) yang akan diadakan di Melbourne. Event lain yang saya pertimbangkan adalah The 23rd Congress of the International Association for Cross-Cultural Psychology di Nagoya, Jepang. Tapi kongres tersebut akan dilaksanakan di tanggal yang melewati masa kontrak beasiswa saya dengan LPDP. Maka fokuslah saya terhadap WCBCT dan berdoa sekuat tenaga semoga All