Skip to main content

Diary of a Thesis - Prolog

Hati-hati membaca balada ini karena bakalan masih bersambung macam sinetron.

Akhirnya saya alhamdulillah lulus dari PGDipArts dan resmi jadi mahasiswa Master of Arts. Rasanya itu kayak berhasil mendaki tebing yang curam dan akhirnya bisa menikmati pemandangan yang indah di sekitarnya (New Zealand undoubtedly beautiful, tapi sepertinya saya baru bisa nikmatin keindahannya setelah lulus PGDip ini. Jadi selama ini foto-foto saya tersenyum dengan background pemandangan indah di New Zealand sebelum lulus PGDipArts itu cuma pencitraan kebahagiaan, yang padahal di dalamnya penuh dengan ketegangan). Bukan cuma tegang, kadang ada saat-saat dimana saya merasa stuck dan pengen pulang aja ke Indonesia, buat males-malesan di rumah, hidup dengan santai tanpa tantangan. Tapi somehow pada akhirnya saya bisa bangkit mengangkat pantat untuk bergerak mulai belajar lagi. Pembelajaran di kelas sudah dilalui, dan tiba waktunya memasuki dunia penelitian kembali. Yang saya pikir, it will be soooo much easier than sitting in a class. Nyatanya, walaupun berbeda bentuk, mereka tetap dalam proporsi yang sama! (atau lebih berat?) Jadi setelah berhasil mendaki tebing curam dan menikmati pemandangan, begitu balik badan saya dihadapkan dengan tebing curam baru lagi!


Sebelumnya, sebenarnya, alhamdulillah research proposal sudah selesai di semester lalu melalui paper 720 (Research Topic) yang saya ambil bersama supervisor. Jadi perjalanan thesis saya semester ini dimulai dengan permohonan izin kepada komite etik universitas. Cuma ngisi formulir yang pertanyaannya bejibun dan melampirkan dokumen-dokumen informasi untuk subjek penelitian kok. Dan betapa mengisi formulir kode etik ini seperti mendaki gunung lewati lembah. Mulai dari masalah yang obvious seperti grammar, sampai jawaban-jawaban yang masih kurang jelas, perlu direvisi lalu direview lalu direvisi lalu direview lalu direvisi lagi, begitu seterusnya, tapi insyaAllah nggak sampai lebaran kayak rencana bukber yang batal terus itu lho:
Sumber: http://www.online-instagram.com/user/rizkinoegraha/2066224291
Abaikan ilustrasi di atas yang nggak ada nyambung-nyambungnya sama curhatan saya.
Saya mengalami lagi momen dimana saya menatap nanar layar komputer yang berisi pertanyaan-pertanyaan tiada akhir (Dramatisasi, padahal ada akhirnya lho jeng!) dari komite etik, dan rasanya pengen pulang aja ke Indonesia, tidur-tiduran di rumah, bercengkrama dengan keluarga (LAGI). Tapi saya percaya pada akhirnya perjalanan (baca: proses aplikasi kode etik) ini akan mencapai garis finish, dan saya bisa menghela nafas sebentar, untuk kemudian lanjut ke pelaksanaan penelitiannya itu sendiri, untuk kemudian pulang dan menjadi manusia yang bermanfaat dunia dan akherat (aamiin). Yoooosh! Catatan: Mengimajinasikan masa depan bisa membantu kita terus berjuang di masa sekarang dan move on dari masa lalu. It works for me, always. Asal jangan kebablasan malah imajinasi melulu dan nggak usaha.

Comments

Popular posts from this blog

It is (Not) the Beginning - Pembibitan Alumni PTAI 2013

Cerita ini dimulai sejak pelepasan alumni yang diadakan fakultas psikologi. Saat itu dekan mengumumkan bahwa ada peluang beasiswa ke luar negeri yang diprioritaskan untuk lulusan terbaik. Alhamdulillah untuk gelombang wisuda kali ini, saya menjadi lulusan terbaik dan tercepat. Seusai pelepasan, saya bergegas menghampiri Pak Agus-wakil dekan I (yang sudah mau masuk mobil), untuk bertanya lebih lanjut mengenai beasiswa tersebut. Beliau menjelaskan bahwa syarat lain yang harus saya penuhi adalah nilai TOEFL yang cukup, dan untuk pengumuman lebih detailnya, suratnya sedang difotokopi oleh Neyna-salah satu sahabat saya, jadi katanya nanti saya tinggal minta ke dia. Okay. Dan mulailah saya mencari-cari kursus TOEFL MURAH (yang sama sekali nggak mungkin murah) kemana-mana. Tapi kemudian saya memutuskan belajar sendiri dengan mengerjakan latihan di buku TOEFL (buku yang saya rekomendasikan untuk TOEFL ITP adalah “An Easy Way To Answer TOEFL” karya Otong Setiawan Djuharie). Saya juga mul...

Semester Terakhir di Postgraduate Diploma

Sebelumnya saya mau cerita soal skema studi yang harus saya lalui di Auckland Uni ini. Jadi studi master dengan total 2 tahun itu terdiri dari 1 tahun Postgraduate Diploma (PGDip) yang terdiri dari perkuliahan di kelas dan 1 tahun Master dengan penelitiannya. Jika nilai PGDip mencukupi, barulah saya diizinkan untuk lanjut ke Master. Alhamdulillah, meskipun dengan perasaan tegang sepanjang waktu karena di semester lalu nilai saya sedikit kurang memenuhi syarat, akhirnya di semester ini hasilnya lebih baik dan sayapun masih diberi kesempatan untuk melanjutkan Master. Berdasarkan pengalaman belajar semester sebelumnya, saya jadi lebih berhati-hati dalam memilih mata kuliah yang akan diambil di semester kedua ini. Kriteria yang saya pertimbangkan diantaranya:

Kia Ora

Menunggu Tahun ini adalah tahun dengan momen menunggu terbanyak sepanjang hidup, mulai dari menunggu Keke keluar kelas saat menjemputnya pulang sekolah, menunggu pengumuman seleksi beasiswa beberapa tahap, mengikuti proses pendaftaran universitas, menunggu visa keluar, menunggu pencairan dana setelah pengajuan, menunggu kabar atau konfirmasi dari pihak-pihak terkait keberangkatan, dan menunggu-menunggu lainnya. Tapi karena ini yang saya inginkan, maka menunggu itu menjadi suatu keindahan. Meskipun harus bertetes-tetes air mata, berdarah-darah, tetap saja rasanya nikmat (pada akhirnya). Setelah sesi menunggu visa berakhir, saya akhirnya mendapatkan tiket pesawat CGK-SYD-AKL untuk tanggal 18 Juli. Dan begitu melihat e-ticket masuk ke email saya, rasanya masih seperti mimpi. Beneran ini teh saya mau belajar ke luar negeri? Beneran ini teh saya mau ninggalin keluarga dan harus melewati masa menunggu yang menyiksa itu lagi? Beneran ini teh saya mau masuk ke kelas yang bahasanya full ...